Saturday, 14 July 2012

Lukisan Hujan & Putri Hujan dan Ksatria Malam oleh Sitta Karina

Meski sudah lama diterbitkan, saya baru sekali membaca kedua buku ini beberapa waktu lalu. Saya telat menyadari kalau buku ini sempat booming pada zamannya, dan saat saya mencarinya ke toko buku ternyata sudah susah sekali didapat. Untungnya saya dapat membeli buku ini secara online ke penerbitnya langsung dengan harga yang miring pula. Syukurlah :)

Lukisan Hujan

Image Link
Sebagai noverl pertama Sitta Karina, Lukisan Hujan ini masih nampak "canggung" dalam kata-kata dibandingkan novel-novelnya yang lain. Saya--atau hanya saya saja?--menyadari ada beberapa penggunaan kalimat yang menurut saya agak kurang pas. Misalnya, penggunaan kata-kata formal dalam percakapan ke sesama anak muda (karena sesungguhnya saya tidak pernah melakukannya :p) atau penggunaan kata "saya" ke sesama teman. Terbaca agak sedikit aneh di mata saya.

Untuk konflik, Sitta Karina sukses membuat cerita ini menjadi penuh konflik. Buku ini tidak dibawa naik (konflik) kemudian turun (resolusi), melainkan naik, turun, naik, kemudian turun lagi. Cukup membuat saya gemas karena permasalahan seakan tidak ada habisnya, tetapi itulah bumbu yang membuat buku ini menjadi sebuah page turner.

Menurut saya, cerita ini "remaja" banget dan tetap bisa saya nikmati di usia saya yang sudah bukan berada di usia remaja lagi (wow, I admit it!). Konfliknya tipikal yang sering remaja Indonesia alami. Jatuh cinta, patah hati, bertepuk sebelah tangan, sampai berantem dengan sahabat sendiri. Namun, ada beberapa hal yang membuat saya juga sedikit terganggu; yaitu bumbu-bumbu tentang kehidupan jetset dan kehidupan glamor yang menurut saya porsinya besar juga. Maybe it is only me, tapi saya hidup secara biasa saja dan merasa semua itu terlalu jauh dari kehidupan saya. Hidup dikelilingi manusia-manusia socialite Jakarta, berteman dengan para artis, model, atau dengan mudahnya bolak-balik ke luar negeri, kok di novel ini terdengar semudah itu ya :)))

Sinopsis

Sisy baru saja pindah ke perumahan Bintaro Lakeside. Diaz baru saja putus dari mantannya, Anggia, dan masih belum bisa melupakannya.

Sisy dan Diaz memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Sisy adalah anak yang ceria dan terlalu "polos" sampai-sampai dia sering terjebak masalah karena sikap "terlalu percaya sama orang lain"nya itu. Sementara itu, Diaz adalah seorang ice prince yang hidup sederhana di tengah keluarga Hanafiah--keluarga elit Jakarta yang memiliki perusahaan di mana-mana. Sikap Diaz yang tertutup membuatnya terkadang susah ditebak dan bagi beberapa orang boring karena sikapnya yang terlalu serius.

Ketika bertemu dengan Sisy, pertengkaran kerap terjadi di antara mereka. Adu mulut dan tarik urat sudah biasa terjadi kalau mereka sedang berbeda pendapat. Namun, lama-kelamaan hal tersebut justru menjadi pembuka jalan bagi sifat Diaz yang mulai terbuka. Diaz tidak lagi setertutup dulu karena Sisy bisa membawa Diaz menjadi lebih santai dalam kehidupannya.

Dan ketika pertemanan dan hubungan abang-adik saja mulai tak lagi cukup, Sisy dan Diaz mencoba melangkah lebih maju dalam hubungan mereka menjadi... sepasang kekasih.

Tapi semua tak berakhir sampai di situ saja. Banyak aral melintang yang harus mereka hadapi dalam mempertahankan hubungan itu.

Putri Hujan dan Ksatria Malam
Image Link

Saat baca buku sekuelnya, saya udah lumayan bisa menikmati gaya penulisannya Sitta Karina. Much better than the previous one :)

Pertama, dari segi bahasa oke. Kedua, dari segi setting juga keren. Sitta Karina sukses menggambarkan latar setting yang sangat riil. Ketiga, saya salut akan ketotalannya dalam pengetahuan yang dimilikinya. Sitta Karina seolah-olah menguasai seluruh ilmu dalam Aikido, sastra Jepang, bahkan sampai dunia bisnis yang sangat belibet. Meskipun saya nggak ngerti, tapi saya yakin semua itu harus dilalui oleh riset yang sangat panjang.

Dari segi cerita juga sebenarnya standar dan "remaja" banget. Bagaimana Diaz menjemput cinta lamanya di San Fransisco dan tentunya, harus melalui banyak rintangan yang tidak mudah. Tapi bagi saya, kok bumbu-bumbu yang ditambahkan agak terkesan "drama" banget ya. Bagaimana mereka kenal dengan sebuah keluarga Jepang yang ternyata kenalannya si ini, yang ternyata sepupunya si ini, dan ternyata memiliki masa lalu pahit dengan si itu. Lalu berkenalan dengan seorang keluarga bangsawan Austria yang sangat terkenal dan juga memiliki kekayaan di mana-mana. Kayaknya dunia mereka benar-benar sangat sempit dan sangat "wow" sekali :) Selain itu juga, tentu saja dunia dan kehidupan glamor yang nampaknya sangat mudah untuk melakukan apa saja. Entahlah, tapi hidup yang seperti itu not my kind of thing, jadi agak susah untuk menikmatinya di bagian situ :)

But overall, dari segi alur saya salut dengan Sitta Karina. Sama seperti buku sebelumnya, it truly is a page turner.

Sunday, 1 July 2012

A Thousand Splendid Suns by Khaled Hosseini

Setelah sukses dengan buku best selling-nya, The Kite Runner, pada tahun 2004, Khaled Hosseini kembali dengan novel barunya berjudul A Thousand Splendid Suns di tahun 2007 silam. Cukup lama, namun penggemar buku-buku historical fiction karyanya selalu dinanti dan memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya.


He is one of the best male author of all time. Dalam A Thousand Splendid Suns, Hosseini lebih mengupas sisi sejarah kelam Afghanistan di bawah pemerintahan Soviet dan Taliban dibandingkan dalam novel terdahulunya. Penderitaan yang tergambar sangat riil dan menciptakan sensasi tersendiri ketika membacanya. Kesakitan yang sama, kebencian yang sama seperti yang mereka rasakan pada saat itu. Bagaimana jiwa-jiwa tak bersalah dibunuh dan disiksa tanpa ampun dan bagaimana rakyat yang bertahan hidup dalam ancaman.

Hosseini juga mengupas sisi kehidupan wanita Afghanistan yang selama ini menjadi misteri. Bagaimana dulu wanita diperlakukan dalam rumah tangga, dan bagaimana anak-anak perempuan dipaksa berhenti sekolah dan menikah pada usia belia. Wanita-wanita tidak diperbolehkan keluar rumah; kehidupan mereka hanyalah terbatas oleh pagar dan dinding di sekelilingnya. Bila mereka harus keluar rumah, mereka diwajibkan memakai burqa dan wajib ditemani oleh mahramnya--wanita sama sekali tidak diperkenankan berkeliaran di jalanan seorang sendiri. Wanita dijaga sedemikian rupa, namun juga pada satu sisi lain mereka hanya dijadikan objek dan benda tak berperasaan, sebagai sasaran kekerasan oleh suaminya.

Di balik penderitaan dan kesakitan yang tercipta, Hosseini membubuhi bumbu lain yang membuat novel ini nampak sangat touching; bahwa di dunia yang tak bersahabat, di tengah kehidupan yang penuh oleh pembunuhan, pengeboman, dan siksaan, every single little pleasure may become one of the great happiness. Love, friendship, still live in the hearts of people who hope...