Sunday, 1 July 2012

A Thousand Splendid Suns by Khaled Hosseini

Setelah sukses dengan buku best selling-nya, The Kite Runner, pada tahun 2004, Khaled Hosseini kembali dengan novel barunya berjudul A Thousand Splendid Suns di tahun 2007 silam. Cukup lama, namun penggemar buku-buku historical fiction karyanya selalu dinanti dan memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya.


He is one of the best male author of all time. Dalam A Thousand Splendid Suns, Hosseini lebih mengupas sisi sejarah kelam Afghanistan di bawah pemerintahan Soviet dan Taliban dibandingkan dalam novel terdahulunya. Penderitaan yang tergambar sangat riil dan menciptakan sensasi tersendiri ketika membacanya. Kesakitan yang sama, kebencian yang sama seperti yang mereka rasakan pada saat itu. Bagaimana jiwa-jiwa tak bersalah dibunuh dan disiksa tanpa ampun dan bagaimana rakyat yang bertahan hidup dalam ancaman.

Hosseini juga mengupas sisi kehidupan wanita Afghanistan yang selama ini menjadi misteri. Bagaimana dulu wanita diperlakukan dalam rumah tangga, dan bagaimana anak-anak perempuan dipaksa berhenti sekolah dan menikah pada usia belia. Wanita-wanita tidak diperbolehkan keluar rumah; kehidupan mereka hanyalah terbatas oleh pagar dan dinding di sekelilingnya. Bila mereka harus keluar rumah, mereka diwajibkan memakai burqa dan wajib ditemani oleh mahramnya--wanita sama sekali tidak diperkenankan berkeliaran di jalanan seorang sendiri. Wanita dijaga sedemikian rupa, namun juga pada satu sisi lain mereka hanya dijadikan objek dan benda tak berperasaan, sebagai sasaran kekerasan oleh suaminya.

Di balik penderitaan dan kesakitan yang tercipta, Hosseini membubuhi bumbu lain yang membuat novel ini nampak sangat touching; bahwa di dunia yang tak bersahabat, di tengah kehidupan yang penuh oleh pembunuhan, pengeboman, dan siksaan, every single little pleasure may become one of the great happiness. Love, friendship, still live in the hearts of people who hope...

No comments:

Post a Comment